Powered by Blogger.

Thursday, May 29, 2014

Biografi Jokowi (Joko Widodo)-Dari Walikota Solo,Gubernur DKI Jakarta hingga Capres 2014


Jokowi adalah tokoh pemimpin terpuji Walikota Solo dan berperan memperomosikan Mobil ESEMKA. Ir. Joko Widodo (Jokowi) adalah walikota Kota Surakarta (Solo) untuk dua kali masa bhakti 2005-2015. Wakil walikotanya adalah F.X. Hadi Rudyatmo. Jokowi lahir di Surakarta pada 21 Juni 1961. Agama Jokowi adalah Islam. Pada 2012 Jokowi memenangkan Pilkada DKI Jakarta dan ditetapkan sebagi Gubernur DKI Jakarta. Banyak pihak optimis dengan kinerja Jokowi dan wakilnya Ahok untuk memperbaiki kota Jakarta yang semerawut.
Jokowi

Biografi Jokowi (Joko Widodo)

Jokowi meraih gelar insinyur dari Fakultas Kehutanan UGM pada tahun 1985. Ketika mencalonkan diri sebagai walikota Solo, banyak yang meragukan kemampuan pria yang berprofesi sebagai pedagang mebel rumah dan taman ini; bahkan hingga saat ia terpilih. Namun setahun setelah ia memimpin, banyak gebrakan progresif dilakukan olehnya. Ia banyak mengambil contoh pengembangan kota-kota di Eropa yang sering ia kunjungi dalam rangka perjalanan bisnisnya.
Di bawah kepemimpinannya, Solo mengalami perubahan yang pesat. Branding untuk kota Solo dilakukan dengan menyetujui motoSolo: The Spirit of Java“. Langkah yang dilakukannya cukup progresif untuk ukuran kota-kota di Jawa: ia mampu merelokasi pedagang barang bekas di Taman Banjarsari hampir tanpa gejolak untuk merevitalisasi fungsi lahan hijau terbuka, memberi syarat pada investor untuk mau memikirkan kepentingan publik, melakukan komunikasi langsung rutin dan terbuka (disiarkan oleh televisi lokal) dengan masyarakat. Taman Balekambang, yang terlantar semenjak ditinggalkan oleh pengelolanya, dijadikannya taman. Jokowi juga tak segan menampik investor yang tidak setuju dengan prinsip kepemimpinannya. Sebagai tindak lanjut branding ia mengajukan Surakarta untuk menjadi anggota Organisasi Kota-kota Warisan Dunia dan diterima pada tahun 2006. Langkahnya berlanjut dengan keberhasilan Surakarta menjadi tuan rumah Konferensi organisasi tersebut pada bulan Oktober 2008 ini. Pada tahun 2007 Surakarta juga telah menjadi tuan rumah Festival Musik Dunia (FMD) yang diadakan di kompleks Benteng Vastenburg yang terancam digusur untuk dijadikan pusat bisnis dan perbelanjaan. FMD pada tahun 2008 diselenggarakan di komplek Istana Mangkunegaran.
Berkat prestasi tersebut, Jokowi terpilih menjadi salah satu dari “10 Tokoh 2008″ oleh Majalah Tempo.

Asal Nama Julukan Jokowi

“Jokowi itu pemberian nama dari buyer saya dari Prancis,” begitu kata Wali Kota Solo, Joko Widodo, saat ditanya dari mana muncul nama Jokowi. Kata dia, begitu banyak nama dengan nama depan Joko yang jadi eksportir mebel kayu. Pembeli dari luar bingung untuk membedakan, Joko yang ini apa Joko yang itu. Makanya, dia terus diberi nama khusus, ‘Jokowi’. Panggilan itu kemudian melekat sampai sekarang. Di kartu nama yang dia berikan tertulis, Jokowi, Wali Kota Solo. Belakangan dia mengecek, di Solo yang namanya persis Joko Widodo ada 16 orang.
Saat ini, Jokowi menjabat untuk periode kedua. Kemenangan mutlak diperoleh saat pemilihan wali kota tahun lalu. Nama Jokowi kini tidak hanya populer, tapi kepribadiannya juga disukai masyarakat. Setidaknya, ketika pergi ke pasar-pasar, para pedagang beramai-ramai memanggilnya, atau paling tidak berbisik pada orang sebelahnya, “Eh..itu Pak Joko.”
Bagaimana ceritanya sehingga dia bisa dicintai masyarakat Solo? Kebijakan apa saja yang telah membuat rakyatnya senang? Mengapa pula dia harus menginjak pegawainya? Berikut wawancara wartawan Republika, Ditto Pappilanda, dengan Jokowi dalam kebersamaannya sepanjang setengah hari di seputaran Solo.
Sikap apa yang Anda bawa dalam menjalankan karier sebagai birokrat?
Secara prinsip, saya hanya bekerja untuk rakyat. Hanya itu, simpel. Saya enggak berpikir macam-macam, wong enggak bisa apa-apa. Mau dinilai tidak baik, silakan, mau dinilai baik, ya silakan. Saya kan tugasnya hanya bekerja. Enggak ada kemauan macam-macam. Enggak punya target apa-apa. Bekerja. Begitu saja.
Bener, saya tidak muluk-muluk dan sebenarnya yang kita jalankan pun semua orang bisa ngerjain. Hanya, mau enggak. Punya niat enggak. Itu saja. Enggak usah tinggi-tinggi. Sederhana sekali.
Contoh, lima tahun yang lalu, pelayanan KTP kita di kecamatan semrawut. KTP bisa dua minggu, bisa tiga minggu selesai. Tidak ada waktu yang jelas. Bergantung pada yang meminta, seminggu bisa, dua minggu bisa. Tapi, dengan memperbaiki sistem, apa pun akan bisa berubah. Menyiapkan sistem, kemudian melaksanakan sistem itu, dan kalau ada yang enggak mau melaksanakan sistem, ya, saya injak.
Awalnya reaksi internal bagaimana?
Ya biasa, resistensi setahun di depan, tapi setelah itu, ya, biasa saja. Semuanya kalau sudah biasa, ya semuanya senang. Ya, kita mengerti itu masalah kue, ternyata ya juga bisa dilakukan.
Untuk mengubah sistem proses KTP itu, tiga lurah saya copot, satu camat saya copot. Saat itu, ketika rapat diikuti 51 lurah, ada tiga lurah yang kelihatan tidak niat. Enggak mungkin satu jam, pak, paling tiga hari, kata mereka. Besoknya lurah itu tidak menjabat. Kalau saya, gitu saja. Rapat lima camat lagi, ada satu camat, sulit pak, karena harus entri data. Wah ini sama, lah. Ya, sudah.
Nyatanya, setelah mereka hilang, sistemnya bisa jalan. Seluruh kecamatan sekarang sudah seperti bank. Tidak ada lagi sekat antara masyarakat dan pegawai, terbuka semua. Satu jam juga sudah jadi. Rupiah yang harus dibayar sesuai perda, Rp 5.000.
Anda juga punya pengalaman menarik dalam penanganan Pedagang Kaki Lima (PKL) yang kemudian banyak menjadi rujukan?
Iya. Sekarang banyak daerah-daerah ke sini, mau mengubah mindset. Oh ternyata penanganan (PKL) bisa tanpa berantem. Memang tidak mudah. Pengalaman kami waktu itu adalah memindahkan PKL di Kecamatan Banjarsari yang sudah dijadikan tempat jualan bahkan juga tempat tinggal selama lebih dari 20 tahun. Kawasan itu sebetulnya kawasan elite, tapi karena menjadi tempat dagang sekaligus tempat tinggal, yang terlihat adalah kekumuhan.
Lima tahun yang lalu, mereka saya undang makan di sini (ruang rapat rumah dinas wali kota). Saya ajak makan siang, saya ajak makan malam. Saya ajak bicara. Sampai 54 kali, saya ajak makan siang, makan malam, seperti ini. Tujuh bulan seperti ini. Akhirnya, mereka mau pindah. Enggak usah di-gebukin.
Mengapa butuh tujuh bulan, mengapa tidak di tiga bulan pertama?
Kita melihat-melihat angin, lah. Kalau Anda lihat, pertama kali mereka saya ajak ke sini, mereka semuanya langsung pasang spanduk. Pokoknya kalau dipindah, akan berjuang sampai titik darah penghabisan, nyiapin bambu runcing. Bahkan, ada yang mengancam membakar balai kota.
Situasi panas itu sampai pertemuan ke berapa?
Masih sampai pertemuan ke-30. Pertemuan 30-50 baru kita berbicara. Mereka butuh apa, mereka ingin apa, mereka khawatir mengenai apa. Dulu, mereka minta sembilan trayek angkot untuk menuju wilayah baru. Kita beri tiga angkutan umum. Jalannya yang sempit, kita perlebar.
Yang sulit itu, mereka meminta jaminan omzet di tempat yang baru sama seperti di tempat yang lama. Wah, bagaimana wali kota disuruh menjamin seperti itu. Jawaban saya, rezeki yang atur di atas, tapi nanti selama empat bulan akan saya iklankan di televisi lokal, di koran lokal, saya pasang spanduk di seluruh penjuru kota. Akhirnya, mereka mau pindah.
Pindahnya mereka saya siapkan 45 truk, saya tunggui dua hari, mereka pindah sendiri-sendiri. Pindahnya mereka dari tempat lama ke tempat baru saya kirab dengan prajurit keraton. Ini yang enggak ada di dunia mana pun. Mereka bawa tumpeng satu per satu sebagai simbol kemakmuran. Artinya, pindahnya senang. Tempat yang lama sudah jadi ruang terbuka hijau kembali.
Omzetnya di tempat yang baru?
Bisa empat kali. Bisa tanya ke sana, jangan tanya saya. Tapi, ya kira-kira ada yang sepuluh kali, ada yang empat kali. Rata-rata empat kali. Ada yang sebulan Rp 300 juta. Itu sudah bukan PKL lagi, geleng-geleng saya.
Bagaimana dengan PKL yang lain?
Setelah yang eks-PKL Banjarsari pindah, tidak sulit meyakinkan yang lain. Cukup pertemuan tiga sampai tujuh kali pertemuan selesai. Sampai saat ini, kita sudah pindahkan 23 titik PKL, tidak ada masalah.
Lha yang repot sekarang ini malah pedagang PKL itu minta direlokasi. Kita yang nggak punya duit. Sampai sekarang ini, masih 38 persen PKL yang belum direlokasi. Jadi, kalau masih melihat PKL di jalan atau trotoar, itu bagian dari 38 persen tadi.
Tampaknya, pemberdayaan pasar menjadi perhatian Anda?
Oiya. Kita sudah merenovasi 34 pasar dan membangun pasar yang baru di tujuh lokasi. Jika dikelola dengan baik, pasar ini mendatangkan pendapatan daerah yang besar.
Dulu, ketika saya masuk, pendapatan dari pasar hanya Rp 7,8 miliar, sekarang Rp 19,2 miliar. Hotel hanya Rp 10 miliar, restoran Rp 5 miliar, parkir Rp 1,8 miliar, advertising Rp 4 miliar. Hasil Rp 19,2 miliar itu hanya dari retribusi harian Rp 2.600. Pedagangnya banyak sekali, kok. Ini yang harus dilihat. Asal manajemennya bagus, enggak rugi kita bangun-bangun pasar. Masyarakat-pedagang terlayani, kita dapat income seperti itu.
Sementara kalau mal, enggak tahu saya, paling bayar IMB saja, kita mau tarik apa? Makanya, mal juga kita batasi. Begitu juga hypermarket kita batasi. Bahkan, minimarket juga saya stop izinnya. Rencananya dulu akan ada 60-80 yang buka, tapi tidak saya izinkan. Sekarang hanya ada belasan.
Tapi, sepertinya Pasar Klewer belum tersentuh ya, kondisinya masih kurang nyaman?
Klewer itu, waduh. Duitnya gede sekali. Kemarin, dihitung investor, Rp 400 miliar. Duit dari mana? Anggaran berapa puluh tahun, kita mau cari jurus apa belum ketemu. Anggaran belanja Solo Rp 780 miliar, tahun ini Rp 1,26 triliun. Tidak mampu kita. Pedagang di Klewer lebih banyak, 3.000-an pedagang, pasarnya juga besar sekali. Di situ, yang Solo banyak, Sukoharjo banyak, Sragen banyak, Jepara ada, Pekalongan ada, Tegal ada. Batik dari mana-mana. Tapi, saya yakin ada jurusnya, hanya belum ketemu aja.
Soal pendidikan, di beberapa daerah sudah banyak dilakukan pendidikan gratis, apakah di Solo juga begitu?
Kita beda. Di sini, kita menerbitkan kartu untuk siswa, ada platinum, gold, dan silver. Mereka yang paling miskin itu memperoleh kartu platinum. Mereka ini gratis semuanya, mulai dari uang pangkal sampai kebutuhan sekolah dan juga biaya operasional. Kemudian, yang gold itu mendapat fasilitas, tapi tak sebanyak platinum. Begitu juga yang silver, hanya dibayari pemkot untuk kebutuhan tertentu.
Itu juga yang diberlakukan untuk kesehatan?
Iya, ada kartu seperti itu, ada gold dan silver. Gold ini untuk mereka yang masuk golongan sangat miskin. Semua gratis, perawatan rawat inap, bahkan cuci darah pun untuk yang gold ini gratis.
Tampaknya, sekarang masyarakat sudah percaya pada Anda, padahal di awal terpilih, banyak yang sangsi?
Yah, satu tahun, lah. Namanya belum dikenal, saya kan bukan potongan wali kota, kurus, jelek. Saya juga enggak pernah muncul di Solo, apalagi bisnis saya 100 persen ekspor. Ada yang sangsi, ya biar saja, sampai sekarang enggak apa-apa. Mau sangsi, mau menilai jelek, terserah orang.
Dulu, apa niat awalnya jadi wali kota?
Enggak ada niat, kecelakaan. Ndak tahu itu. Dulu, pilkada pertama, kita dapat suara 37 persen, menang tipis. Wong saya bukan orang terkenal, kok. Yang lain terkenal semuanya kan, saya enggak. Tapi, kelihatannya masyarakat sudah malas dengan orang terkenal. Mau coba yang enggak terkenal. Coba-coba, jadi saya bilang kecelakaan tadi itu memang betul.
Hal apa yang paling mengesankan selama Anda menjadi wali kota?
Paling mengesankan? Paling mengesankan itu, kalau dulu, kan, wali kota mesti meresmikan hal yang gede-gede. Meresmikan mal terbesar besar misalnya. Tapi, sekarang, gapura, pos ronda, semuanya saya yang buka, kok. Pos ronda minta dibuka wali kota, gapura dibuka wali kota, ya gimana rakyat yang minta, buka aja. Ya, kadang-kadang lucu juga. Tapi kita nikmati.
Apa kesulitan yang paling pertama Anda temui saat menjabat sebagai wali kota?
Masalah aturan. Betul. Kita, kalau di usaha, mencari yang se-simpel mungkin, seefisien mungkin. Tapi, kita di pemerintahan enggak bisa, ada tahapan aturan. Meskipun anggaran ada, aturannya enggak terpenuhi, enggak bisa jalani. Harusnya, bisa kita kerjain dua minggu, harus menunggu dua tahun. Banyak aturan-aturan yang justru membelenggu kita sendiri, terlalu prosedural. Kita ini jadi negara prosedur.
Apa pertimbangannya saat Anda mencalonkan untuk kali kedua?
Sebetulnya, saya enggak mau. Mau balik lagi ke habitat tukang kayu. Saat itu, setiap hari datang berbondong-bondong berbagai kelompok yang mendorong saya maju lagi. Mereka katakan, ini suara rakyat. Saya berpikir, ini benar ndak, apa hanya rekayasa politik. Dua minggu saya cuti, pusing saya mikir itu. Saya pulang, okelah saya survei saja. Saya survei pertama, dapatnya 87 persen. Enggak percaya, saya survei lagi, dapatnya 87 persen lagi.
Setelah survei itu, saya melihat, benar-benar ada keinginan masyarakat. Jadi, yang datang ke saya itu benar. Dan ternyata memang saya dapat hampir 91 persen. Saya lihat ada harapan dan ekspektasi yang terlalu besar. Perhitungan saya 65-70 persen. Hitungan di atas kertas 65:35, atau 60:40, kira-kira.
Ada kekhwatiran tidak, ketika lepas jabatan, semua yang Anda bangun tetap terjaga?
Pertama ada blueprint, ada concept plan kota. Paling tidak, pemimpin baru nanti enggak usah pakai 100 persen, seenggaknya 70 persen. Jangan sampai, sudah SMP, kembali lagi ke TK. Saya punya kewajiban juga untuk menyiapkan dan memberi tahu apa yang harus dilakukan nantinya.

Biodata Joko Widodo

Nama : Joko Widodo
Tempat Tanggal Lahir: Surakarta, 21 Juni 1961
Agama : Islam
Pekerjaan : Pengusaha
Agama : Islam
Profil Facebook : jokowi
Akun twitter : jokowi_do2
Email: jokowi@indo.net.id
Alamat Kantor : Jl. Jend. Sudirman No. 2 Telp. 644644, 642020, Psw 400, Fax. 646303
Alamat Rumah Dinas : Rumah Dinas Loji Gandrung Jl. Slamet Riyadi No. 261 Telp. 712004
HP. 0817441111
Pendidikan:
  • SDN 111 Tirtoyoso Solo
  • SMPN 1 Solo
  • SMAN 6 Solo
  • Fakultas Kehutanan UGM Yogyakarta lulusan 1985
Karir:
  • Pendiri Koperasi Pengembangan Industri Kecil Solo (1990)
  • Ketua Bidang Pertambangan & Energi Kamar Dagang dan Industri Surakarta (1992-1996)
  • Ketua Asosiasi Permebelan dan Industri Kerajinan Indonesia Surakarta (2002-2007)
Penghargaan:
  • Joko Widodo terpilih menjadi salah satu dari “10 Tokoh 2008″
  • Menjadi walikota terbaik tahun 2009
  • Pak Joko Widodo jg meraih penghargaan Bung Hatta Award, atas kepemimpinan dan kinerja beliau selama membangun dan memimpin kota Solo.
  • Universitas Sebelas Maret Surakarta (UNS) Award
Selain itu, berkat kepemimpinan beliau (dan tentunya semua pihak yg membantu), kota Solo jg banyak meraih penghargaan, di antaranya
  • Kota Pro-Investasi dari Badan Penanaman Modal Daerah Jawa Tengah
  • Kota Layak Anak dari Kementerian Negara Pemberdayaan Perempuan
  • Wahana Nugraha dari Departemen Perhubungan
  • Sanitasi dan Penataan Permukiman Kumuh dari Departemen Pekerjaan Umum
  • Kota dengan Tata Ruang Terbaik ke-2 di Indonesia
Video Pak Jokowi di Youtube dalam acara Mata Najwa

Jokowi yang mencalonkan diri sebagai Gubernur DKI Jakarta akhirnya memenangkan Pilkada DKI Jakarta dengan melalui proses pemilu 2 putaran. Pada 15 Oktober 2012, Jokowi dilantik sebagai Gunernur DKI Jakarta. Selamat atas terpilihnya beliau dan semoga amanah bisa dijalankan dengan baik demi kesejahteraan jutaan rakyat Jakarta.
pelantikan-joko-widodo

Agama

Jokowi memeluk agama Islam dan bercerita bahwa ia pertama kali naik haji pada tahun 2003, dan sesudahnya umrah minimal empat kali. Namun, menjelang pemilihan umum presiden 2014, muncul berbagai tudingan yang mempertanyakan keislaman Jokowi, sehingga pada tanggal 24 Mei 2014 Jokowi menyatakan bahwa ia adalah bagian dari "Islam yang rahmatan lil alamin, Islam yang hidup berketurunan dan berkarya di negara RI yang memegang teguh UUD 45." Ia juga menyatakan bahwa ia bukan bagian dari kelompok Islam yang "sesuka hatinya mengafirkan saudaranya sendiri", "menindas agama lain", "arogan dan menghunus pedang di tangan dan di mulut", "suka menjejerkan fustun-fustunnya", "menutupi perampokan hartanya, menutupi pedang berlumuran darah dengan gamis dan sorban", atau "membawa ayat-ayat Tuhan untuk menipu rakyat".

Penghargaan

Atas prestasinya, oleh Majalah Tempo, Joko Widodo terpilih menjadi salah satu dari "10 Tokoh 2008". Kebetulan di majalah yang sama pula, Basuki Tjahaja Purnama, atau akrab dengan panggilan Ahok pernah terpilih juga dalam "10 Tokoh 2006" atas jasanya memperbaiki layanan kesehatan dan pendidikan di Belitung Timur. Ahok kemudian menjadi pendampingnya di Pilgub DKI tahun 2012.
Ia juga mendapat penghargaan internasional dari Kemitraan Pemerintahan Lokal Demokratis Asia Tenggara (Delgosea) ini atas keberhasilan Solo melakukan relokasi yang manusiawi dan pemberdayaan pedagang kaki lima.
Pada tanggal 12 Agustus 2011, ia juga mendapat penghargaan Bintang Jasa Utama untuk prestasinya sebagai kepala daerah mengabdikan diri kepada rakyat. Bintang Jasa Utama ini adalah penghargaan tertinggi yang diberikan kepada warga negara sipil. Pada Januari 2013, Joko Widodo dinobatkan sebagai wali kota terbaik ke 3 di dunia atas keberhasilannya dalam memimpin Surakarta sebagai kota seni dan budaya, kota paling bersih dari korupsi, serta kota yang paling baik penataannya. Oleh KPK, dia diberi penghargaan atas keberaniannya melaporkan berbagai barang gratifikasi yang diterima.
Atas kemampuannya mensosialisasikan program-progam pemerintah sehingga mendapat dukungan masyarakat banyak, ia diganjar sebagai Marketer of The Year 2012 oleh Markplus Conference 2013, Marketing: Into Innovation and Technology.
No Penghargaan dari Kategori / Nama Penghargaan Keterangan
1 Presiden Republik Indonesia Bintang Jasa Utama Kepala daerah yang mengabdi kepada rakyat
2 Presiden Republik Indonesia Piala Citra Bhakti Abdi Negara 2008, 2009 dan 2010 Pelayanan Publik dan Piala Citra Bidang Pelayanan Prima Tingkat Nasional (2008), Kinerja Kota dalam Penyediaan Sarana Pelayanan Publik, Kebijakan Deregulasi, Penegakan Disiplin dan Pengembangan Manajemen Pelayanan (2009) dan Inovasi Pelayanan Prima (2010)
3 Dompet Dhuafa Agent of change Kemandirian Perhatian atas anak-anak yang kurang beruntung
4 RMOL Democracy Award: Manusia Bintang Bersama-sama Fauzi Bowo menyemarakkan kompetisi demokrasi di Pilkada DKI
5 Men's Obsession Decade Award: Rising Leader Penghargaan untuk tokoh lintas bidang yang terpilih
6 Kemkominfo e-government Keberhasilan penerapan e-government
7 Kemenpera Adiupaya Puritama Pembangunan perumahan bagi masyarakat berpenghasilan rendah dan program kampung deret
8 Delgosea Best City Award Berhasil dalam melakukan pendekatan kepada warganya di Solo, agar mau memahami dan menaati kebijakan pemerintah kota
9 Bank Indonesia Pengendali inflasi Berhasil mengendalikan inflasi di Solo
10 Kementrian PU Tata ruang terbaik kedua se-Indonesia pembangunan di Solo sudah mencapai 80 persen kesesuaiannya dengan konsep penataan ruang yang ideal.
11 Fortune Top 50 Leaders Pemimpin no 37 terbaik atas jasanya membersihkan kota dan menyingkirkan korupsi
12 Kemennaker Penghargaan Indeks Pembangunan Ketenagakerjaan (IPK) Pembangunan bidang ketenagakerjaan di Jakarta sepanjang tahun 2013.
13 Meutia Hatta Bung Hatta Anti Corruption Award Tokoh yang Berperan dalam Pemberantasan Korupsi
14 Komisi Pemberantasan Korupsi Anti Gratifikasi Pemerintah daerah yang paling banyak melaporkan gratifikasi.
15 UNICEF Program Perlindungan Anak Dianugerahkan pada tahun 2006
16 The City Mayors Foundation Walikota No 3 Terbaik Dunia Keberhasilannya mengubah Surakarta dari kota yang banyak tindak kriminal menjadi pusat seni dan budaya
17 Majalah Marketing dan Frontier Consulting Group Social Media Award Tokoh yang aktif menggunakan media sosial dalam berinteraksi dengan masyarakat dan mendapatkan sentimen positif
18 Tempo 10 Tokoh Pilihan 2008 Memanusiakan warganya dengan pemindahan PKL yang tanpa konflik
18 Lembaga Pemilih Indonesia Tokoh Pluralis 2013 Mampu Menjaga Kesetaraan Etnis, Agama, dan kelompok lainnya
19 Anugerah Seputar Indonesia Tokoh Seputar Indonesia 2013 Diserahkan langsung oleh Hary Tanoe
20 Soegeng Soerjadi Good Governance Award Dianugerahkan 20 September 2012, jelang Pilkada
21 Bappenas Pencapaian target MDGs Untuk program KJP dan KJS
22 Bappenas Pangripta Nusantara Utama Provinsi dengan perencanaan terbaik

Gaya kepemimpinan

Jokowi dikenal akan gaya kepemimpinannya yang pragmatis dan membumi. Ia seringkali melakukan "blusukan" atau turun langsung ke lapangan untuk melihat langsung permasalahan yang ada dan mencari solusi yang tepat. "Blusukan" juga dilakukan untuk menemui langsung warga dan mendengar keluh kesah mereka. Gaya yang unik ini dijuluki The New York Times sebagai "demokrasi jalanan". Jokowi juga dianggap unik dari pemimpin lainnya karena tidak sungkan untuk bertanya langsung kepada warga dan mendekati mereka bila akan melancarkan suatu program. Namun, gaya ini juga menuai kritik. Misalnya, ketua Dewan Perwakilan Daerah Irman Gusman menyatakan bahwa "blusukan" hanya menghabiskan waktu dan energi, sementara yang dibutuhkan adalah kebijakan langsung dan bukan sekadar interaksi. Anies Baswedan juga menilai "blusukan" merupakan pencitraan belaka tanpa memberikan solusi.
Selain "blusukan", kepemimpinan Jokowi juga dikenal akan transparansinya. Misalnya, Jokowi dan Basuki Tjahaja Purnama sama-sama mengumumkan jumlah gaji bulanan dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah kepada umum. Ia juga memulai sejumlah program yang terkait dengan transparansi seperti online tax, e-budgeting, e-purchasing, dan cash management system. Selain itu, semua rapat dan kegiatan yang dihadiri oleh Jokowi dan Basuki direkam dan diunggah ke akun "Pemprov DKI" di YouTube.

Gaya kampanye

Gaya berkampanye Jokowi untuk menjadi Gubernur DKI Jakarta menekankan pendekatan langsung kepada masyarakat dengan mendatangi mereka langsung daripada mengumpulkan orang di lapangan. Jokowi mengklaim bahwa ia menghindari pemasangan spanduk, poster, stiker, dan baliho di taman kota atau jalan karena menurutnya dapat mengotori kota, sehingga ia secara langsung mencopot spanduk di depan bioskop Megaria, Jalan Diponegoro. Selama kampanye pilkada Jakarta, Jokowi juga dikenal akan baju kotak-kotaknya, yang menurutnya dibeli satu jam sebelum berangkat ke Komisi Pemilihan Umum Daerah dan dikatakan mewakili "warna-warni Jakarta yang harus diakomodasi".
Salah satu kekuatan Jokowi dalam berkampanye adalah penggunaan media sosial. Selama kampanye pilkada Jakarta, ia meluncurkan Jasmev atau Jokowi Ahok Social Media Volunteer, yang merupakan jaringan antar kelompok sukarelawan tanpa bayaran. Selain itu, Jokowi juga membentuk media centerdan mampu memanfaatkan Youtube sebagai wadah kampanye baru. Pihak Fauzi Bowo sendiri mengakui keunggulan Jokowi di kanal ini.
Berdasarkan hasil audit Komisi Pemilihan Umum DKI Jakarta pada Agustus 2012, pemasukkan dana kampanye pasangan Jokowi-Basuki tercatat sebesar Rp 16,31 miliar, sementara pengeluarannya mencapai Rp 16,09 miliar. Sebagian besar dana dialokasikan untuk spanduk, alat peraga, dan bahan kampanye, dengan biaya penyebaran bahan kampanye sebesar Rp 4,2 miliar, alat peraga sebesar Rp 2,6 miliar, dan rapat umum sebesar Rp 2,1 miliar.Biaya iklan cetak sendiri tercatat sebesar Rp 729 juta, sementara biaya iklan radio mencapai Rp 516 juta. Jokowi mengklaim bahwa sebagian besar dana digunakan untuk kampanye "murah" dengan sasaran rakyat kecil. Sebagai perbandingan, pengeluaran kampanye Fauzi Bowo tercatat sebesar Rp 62,57 miliar, sementara pemasukkan dana kampanyenya mencapai Rp 62,63 miliar.

Citra politik

Berkat kampanyenya selama pemilihan umum Gubernur DKI Jakarta 2012 yang menjanjikan "Jakarta Baru", ia melejit menjadi tokoh nasional yang dikenal bersih, merakyat, dan mampu menyelesaikan masalah.Popularitasnya meroket hingga ia merajai survei-survei calon presiden seperti yang digambarkan pada tabel berikut:
Sumber Tanggal Calon
United Data Centre 3–18 Januari 2013 Joko Widodo 21,2%, Prabowo Subianto 17,1%, Megawati Soekarnoputri 11,5%, Rhoma Irama 10,4%, Aburizal Bakrie 9,4%, Jusuf Kalla 7,1%
Jakarta Survey Institute 9–15 Februari 2013 Joko Widodo 18,1%, Prabowo Subianto 10,9%, Wiranto 9,8%, Jusuf Kalla 8,9%, Aburizal Bakrie 8,7%, Megawati Soekarnoputri 7,2%, Mahfud MD 5,4%, Dahlan Iskan 3,6%, Hatta Rajasa 2,9%, Surya Paloh 2,5%, Rhoma Irama 1,7%, Muhaimin Iskandar 1,1% nama lain 0,8%
Centre for Strategic and International Studies (CSIS) 9–16 April 2013 Joko Widodo 28,6%, Prabowo Subianto 15,6%, Aburizal Bakrie 7%, Megawati Soekarnoputri 5,4%, Jusuf Kalla 3,7%, Mahfud MD 2,4%, Hatta Rajasa 2,2% belum memutuskan 28,0%
Indonesian Institute of Sciences 10–31 Mei 2013 Joko Widodo 22,6%, Prabowo Subianto 14,2%, Aburizal Bakrie 9,4%, Megawati Soekarnoputri 9,3%, Jusuf Kalla 4,2%, Rhoma Irama 3,5%, Wiranto 3,4%, Mahfud MD 1,9%, Hatta Rajasa 1,2%, Hamengku Buwono X 1,2%, Surya Paloh 1,2%
Indonesian Research Centre Mei 2013 Joko Widodo 24,8%, Prabowo Subianto 14,8%, Aburizal Bakrie 7,9%, Megawati Soekarnoputri 5,5%, Wiranto 3,9%, Mahfud MD 3,7%, Dahlan Iskan 3,5%, Rhoma Irama 2,7%, Hary Tanoesodibjo 2,3%, Kristiani Herawati 2%
United Data Center 8–11 Juni 2013 Joko Widodo 29,57%, Prabowo Subianto 19,83%, Megawati Soekarnoputri 13,08%, Aburizal Bakrie 11,62% Jusuf Kalla 5,47%, Wiranto 3,59%, Mahfud MD 1,2%, Hatta Rajasa 1,2%, Dahlan Iskan 1,11%, Chairul Tanjung 0,43%, Marzuki Alie 0,26%, Djoko Suyanto 0,09%, Pramono Edhie Wibowo 0,09%
Soegeng Sarjadi Syndicate 3–22 Juli 2013 Joko Widodo 25,48%, Prabowo Subianto 10,52%, Jusuf Kalla 5,69%, Aburizal Bakrie 4,23%, Dahlan Iskan 4,18%, Mahfud MD 2,72, Megawati Soekarnoputri 2,68%, Wiranto 1,18%, Hidayat Nur Wahid 1,02%, Hatta Rajasa 0,81%, Chairul Tanjung 0,53%, Surya Paloh 0,33%, Hamengkubuwana X 0,33%, Sri Mulyani Indrawati 0,2%, Kristiani Herawati 0,2%, Pramono Edhie Wibowo 0,12%
Indonesian Research Centre 8-11 Juli 2013 Joko Widodo 32,0%, Prabowo Subianto 8,2%, Wiranto 6,7%, Dahlan Iskan 6,3%, Megawati Soekarnoputri 6,1%, Jusuf Kalla 3,7%, Aburizal Bakrie 3,3%, Mahfud MD 2,8%,
Kompas Juli 2013 Joko Widodo 32,5%, Prabowo Subianto 15,1%, Aburizal Bakrie 8,8%, Megawati Soekarnoputri 8,0%, Jusuf Kalla 4,5%, nama lain 18,2%, belum memutuskan 12,9%
Political Climatology Institute 12–18 Agustus 2013 Joko Widodo 19,6%, Wiranto 18,5%,Prabowo Subianto 15,4%, Jusuf Kalla 7,6%, Aburizal Bakrie 7,3%, Megawati Soekarnoputri 6,1%, Dahlan Iskan 3,4%, Rhoma Irama 3,4%, Mahfud MD 3,3%, Hatta Rajasa 2,5%, Surya Paloh 2,4%, nama lain 1,3%, belum memutuskan 9,1%
Alvara Research Centre 15–23 Agustus 2013 Joko Widodo 22,1%,Prabowo Subianto 17,0%, Jusuf Kalla 7,4%, Megawati Soekarnoputri 7,0%, Dahlan Iskan 6,9%, Aburizal Bakrie 6,2%, Wiranto 4,6%, Mahfud MD 4,0%, Surya Paloh 2,0%, Hatta Rajasa 1,0%, Hamengkubuwana X 0,9%, nama lain 1,0%, belum memutuskan 19,0%
Cyrus Network 23–28 Agustus 2013 Joko Widodo 27,1%, Prabowo Subianto 14,4%, Aburizal Bakrie 12,0%, Wiranto 7,5%, Megawati Soekarnoputri 4,9%, Jusuf Kalla 3,2%
Soegeng Sarjadi Syndicate 25 Agustus–9 September 2013 Joko Widodo 45,8%, Jusuf Kalla 9,0%, Dahlan Iskan 7,5%, Prabowo Subianto 6,8%, Mahfud MD 5,8%, Wiranto 3,6%, Aburizal Bakrie 2,4%, Megawati Soekarnoputri 1,8%, Chairul Tanjung 1,6%, Hatta Rajasa 1,0%, Hidayat Nur Wahid 0,7%, Surya Paloh 0,5%, Hamengkubuwana X 0,5%, Sri Mulyani Indrawati 0,4%, Kristiani Herawati 0,4%, Pramono Edhie Wibowo 0,4%, nama lain 1,0%, belum memutuskan 10,8%
Cyrus Network 12–14 September 2013 Joko Widodo 43,7%, Prabowo Subianto 14,0%, Aburizal Bakrie 12,5%, Wiranto 7,3%, Megawati Soekarnoputri 4,9%, Jusuf Kalla 4,6%
United Data Centre 21–24 September 2013 Joko Widodo 36,0%, Prabowo Subianto 6,6%, Dahlan Iskan 5,5%, Wiranto 4,6%, Jusuf Kalla 4,0%
Indonesia Research Centre (IRC) 25 September 2013 Joko Widodo 34,5%, Wiranto 10,6%, Aburizal Bakrie 8,1%, Jusuf Kalla 6,2%, Megawati Soekarnoputri 6%, Surya Paloh 3,3%, Rhoma Irama 3,2%, Dahlan Iskan 2,8%, Mahfud MD 2%, Hidayat Nur Wahid 1,5%, Hatta Rajasa 1,3%, Suryadharma Ali 1,2% Yusril Ihza Mahendra 0,9%, Pramono Edhie Wibowo 0,9%, Gita Wirjawan 0,4%, Irman Gusman 0,2%, Nama lain 0,4%, belum memutuskan 6,9%, secret answer 1%
Pol Tracking Institute 13 September - 11 Oktober 2013 Joko Widodo 37,6%, Prabowo Subianto 11,73%,Aburizal Bakrie 11,67%%, Jusuf Kalla 6,12%, Wiranto 5,78%, Megawati Soekarnoputri 3,31%, Mahfud MD2,17 %, Hidayat Nur Wahid 1,5%, Hatta Rajasa 1,33%, Surya Paloh 1,17%, Dahlan Iskan 1,09%, belum memutuskan 14,52%
Alvara Research Centre Oktober 2013 Joko Widodo 24,5%, Prabowo Subianto 9,1%, Aburizal Bakrie 7,4%, Wiranto 6,8%, Megawati Soekarnoputri 6,7%,Jusuf Kalla 4,2%, Dahlan Iskan 2,7%, Rhoma Irama 1,9%, Mahfud MD 1,2%, Surya Paloh 2,0%, Hatta Rajasa 1,1%, nama lain 3,8%, belum memutuskan 30,6%
Roy Morgan Research Oktober 2013 Joko Widodo 37%,Prabowo Subianto 15%, Aburizal Bakrie 14%, Megawati Soekarnoputri 6%, Dahlan Iskan 6%, Jusuf Kalla 5%, Mahfud MD 3%, Hatta Rajasa 2%, nama lain 12%
Indikator Politik Indonesia 10–20 Oktober 2013 Joko Widodo 35,9%, Prabowo Subianto 11,4%, Aburizal Bakrie 11,4%, Wiranto 7,8%,Megawati Soekarnoputri 5,9%,Jusuf Kalla 3,9%, Mahfud MD 1,2%, Dahlan Iskan 1,0%
Indikator Politik Indonesia - 4 way race 10–20 Oktober 2013 Joko Widodo 47,4%, Prabowo Subianto 15,8%, Aburizal Bakrie 12,6%, Dahlan Iskan 3,7%
Charta Politika 28 November – 6 Desember 2013 Joko Widodo 34,8%, Prabowo Subianto 11,2%, Aburizal Bakrie 8,3%, Jusuf Kalla 5,4%, Wiranto 5,2%, Megawati Soekarnoputri 2,8%,
Kompas 27 November – 11 Desember 2013 Joko Widodo 43,5%, Prabowo Subianto 11,1%, Aburizal Bakrie 9,2%, Wiranto 6,3%,Megawati Soekarnoputri 6,1%,Jusuf Kalla 3,1%,nama lain 9,8%, belum memutuskan 10,9%
Indo Barometer 4–15 Desember 2013 Joko Widodo 25,2%, Aburizal Bakrie 10,5%, Prabowo Subianto 9,7%, Wiranto 6,1%, Megawati Soekarnoputri 6%,
Roy Morgan Research Februari 2014 Joko Widodo 40%, Prabowo Subianto 17%, Aburizal Bakrie 11%, Wiranto 7%, Jusuf Kalla 5%, Megawati Soekarnoputri 4%, Dahlan Iskan 4%, Mahfud MD 3%, Hatta Rajasa 2%, nama lain 7%
Cyrus Network dan CSIS 9 April 2014 Joko Widodo-Jusuf Kalla 41,1%, Joko Widodo-Basuki Tjahaja Purnama 39,81%
Saiful Muljani Research and Consulting 20-24 April 2014 Joko Widodo-Mahfud MD 47,6%, Joko Widodo-Jusuf Kalla 46,1%, Joko Widodo-Dahlan Iskan 44,6%, Joko Widodo-Basuki Tjahaja Purnama 44,1%, Joko Widodo-Ryamizard Ryacudu 41,8%
Lembaga Survei Indonesia 1-9 Mei 2014 Joko Widodo-Jusuf Kalla 35,42%, Prabowo-Hatta Rajasa 22,75%
Namun, menjelang pemilihan umum presiden Indonesia 2014, dugaan keterlibatan Joko Widodo dalam kasus TransJakarta dikatakan mengganjal elektabilitas Joko Widodo. Selain itu, akibat gencarnya kampanye hitam, menurut Saiful Mujani Research and Consulting tren kesukaan masyarakat terhadap Jokowi menurun hingga 8% sampai April 2014. 

Sorotan media internasional

Jokowi pun mendapat sorotan dari media internasional seperti media India bernama The Hindu yang meliput fenomena Jokowi ala India, media Amerika Serikat bernama The New York Times yang meliput fenomena kepemimpinan turun ke bawah, media Australia bernama The Sydney Morning Herald, media Thailand bernama Bangkok Post, serta media Jepang bernama Asahi Shimbun.
Beliau mendapatkan berbagai julukan dari berbagai media internasional seperti Obama dari Jakarta oleh BBC, Mr. Fix oleh The Economist, dan The Man of Madras Shirt oleh TIME.

Kontroversi

Oknum mantan tim sukses Jokowi diduga terlibat dalam kasus busway berkarat, dan bahkan keluarga Jokowi dituduh menerima aliran dana busway berkarat; namun, Jokowi membantah hal tersebut, dan Jaksa Agung Basrief Arief menegaskan bahwa kasus ini "belum atau boleh dikatakan tidak menyangkut kepada Jokowi". Jokowi juga dikritik karena tidak mematuhi janjinya untuk menyelesaikan masa jabatannya sebagai gubernur Jakarta, walaupun Jokowi sendiri menyatakan bahwa bila ia menjadi presiden, akan lebih mudah mengurus Jakarta karena memiliki wewenang terhadap proyek pemerintah pusat di ibukota. Ada anggapan bahwa Jokowi termasuk gagal mengatasi banjir dan macet. Anggapan bahwa Jokowi gagal dalam mengatasi banjir dan macet di Jakarta membuat popularitas beliau menurun. Data dari BPS juga menunjukkan angka kemiskinan di Solo naik saat Jokowi menjadi walikota Solo. Melesatnya popularitas Jokowi juga dikritik sebagai pengaruh media yang kerap menonjolkan kebaikan Jokowi sementara kelemahannya ditutupi. Selain itu, Jokowi didapati menaiki pesawat jet pribadi untuk berkampanye dari Banjarmasin ke Kota Malang, yang dianggap bertentangan dengan gaya hidup sederhana. Sementara itu, Guru Besar Ekonomi Universitas Indonesia Taufik Bahauddin mengkhawatirkan kontroversi yang terjadi pada pemerintahan Megawati seperti skandal BLBI, penjualan BUMN, penjualan kapal tanker VLCC Pertamina dan penjualan gas murah ke China akan terulang pada pemerintahan Jokowi.
Kemunculan nama Jokowi pada soal Ujian Nasional dan kedatangan Jokowi di kampus ITB juga menuai kontroversi karena dinilai sebagai tindakan politisasi.
Comments
0 Comments

0 comments

Post a Comment

Silahkan Berikan Komentar Para Pembaca/ Berikan Kritik dan Saran